Selasa, 18 Desember 2012

ilmu tasawuf..


ZUHUD








Makalah Ini Disusun Guna TugasMid Semester
Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu : Drs. H. Ahmad Hudaya, M.Ag



Disusun Oleh :
Munirotun Nisak                               : 26.10.1.1.016                                   
Mini Lestari                                       : 26.10.1.1.013                       
M. Luthfi Rijalul Fikri                       : 26.10.1.1.012                                                           


FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2011


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tasawuf sebenarnya tidak pernah mengajarkan untuk menjauhi urusan kehidupan dunia.Hanya saja praktik tasawuf yang berlebihan dapat mengurangi perhatian terhadap kepentingan hidup duniawi.Konsep maqamat dan ahwal, merupakan jalan untuk menemukan tujuan dari tasawuf.Maqamat adalah jalan spiritual untuk mendekati-Nya dan menembus tirai ke-Esaannya (ma’rifat).Sedangkan ahwal adalah anugerah Allah yang diberikan kepada seseorang ketika telah selesai melewati jalan panjang maqamat.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan proses mencapai tasawuf dengan konsep maqamat yaitu salah satunya zuhud, tentang definisi dan bagaimana cara mencapai zuhud tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu maqamat?
2.      bagaimana makna dan hakekat zuhud?
3.      bagaimana cara mencapai tingkatan zuhud? 



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi Konsep Maqamat
Maqamat adalah bentuk jama’ dari maqam.Maqam secara literal berarti tempat, posisi, atau tingkatan.Secara terminolis berarti kedudukan spiritual. Dalam al-Qur’an kata maqam yang berarti tempat disebutkan beberapa kali dengan kandungan makna yang abstrak (bersifta spiritual) dan konkret (bersifat fisik dan material), diantaranya pada surat Al-baqarah ayat 125, Al-Isra’ ayat 79, dan lain-lain.
Ada tujuh maqamat yang dijelaskan oleh salah satu syekh sufi yaitu Al-Sarraj diantarnya: tobat, wara’, zuhud, faqr, sabar, tawakal dan ridha. Jika dirunut dari sejarahnya, konsep tentang maqamat sesungguhnya telah ada pada masa awal-awal Islam. Tokoh pertama yang berbicra tentang konsep penting yang terdapat dalam tasawuf ini adalah Ali Bin Abi Thalib, ketika ia ditanya tentang iman, ia menjawab bahwa iman dibangunatas empat pondasi: kesabaran (shabr), keyakinan (yaqin, keailan (‘adl), dan perjuangan (jihad). Dan tiap pondasi memiliki sepuluh maqamat.

B.     Makna dan hakekat Zuhud
Zuhud adalah salah satu akhlak utama seorang muslim. Terutama saat di hadapannya terbentang lebar kesempatan untuk meraih dunia dengan segala macam perbendaharaannnya.Apakah itu kekuasaan, harta, kedudukan, dan segala fasilitas lainnya.Karenanya, zuhud adalah karakteristik dasar yang membedakan antara seorang mukmin sejati dengan mukmin awam.Jika tidak memiliki keistimewaan dengan karakteristik ini, seorang mukmin tidak dapat dibedakan lagi dari manusia kebanyakan yang terkena fitnah dunia.
Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, dan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini.: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.Dan Allah mempunyai karunia yang besar.Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang makna dan hakikat zuhud.Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal.Kemudian menganjurkan orang-orangberiman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.Selanjutnya Allah menyebutkan tentang musibah yang menimpa manusia adalah ketetapan Allah dan bagaimana orang-orang beriman harus menyikapi musibah tersebut. Sikap yang benar adalah agar tidak mudah berduka terhadap musibah dan apa saja yang luput dari jangkauan tangan. Selain itu, orang yang beriman juga tidak terlalu gembira sehingga hilang kesadaran terhadap apa yang didapatkan. Begitulah metodologi Al-Qur’an ketika berbicara tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mengarahkan manusia untuk bersikap zuhud.
Demikian juga ketika Rasulullah saw, ingin membawa para sahabatnya pada sikap zuhud, beliau memberikan panduan bagaimana seharusnya orang-orang beriman menyikapi kehidupannya di dunia. Rasulullah bersabda, ”Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau musafir.”(HR Bukhari).Selanjutnya Rasulullah mencontohkan langsung kepada para sahabat dan umatnya bagaimana hidup di dunia.Beliau adalah orang yang paling rajin bekerja dan beramal shalih, paling semangat dalam ibadah, paling gigih dalam berjihad. Tetapi pada saat yang sama beliau tidak mengambil hasil dari semua jerih payahnya di dunia berupa harta dan kenikmatan dunia. Kehidupan Rasulullah saw sangat sederhana dan bersahaja. Beliau lebih mementingkan kebahagiaan hidup di akhirat dan keridhaan Allah swt.Ibnu Mas’ud ra.melihat Rasulullah saw. tidur di atas kain tikar yang lusuh sehingga membekas di pipinya, kemudian berkata, ”Wahai Rasulullah saw., bagaimana kalau saya ambilkan untukmu kasur?” Maka Rasulullah saw. menjawab, ”Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)
Para ulama memperjelas makna dan hakikat zuhud.Secara syar’i, zuhud bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluan. Abu Idris Al-Khaulani berkata, ”Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang semua harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah lebih menyakini apa yang ada di sisi Allah ketimbang apa yang ada di tangan kita. Dan jika kita ditimpa musibah, maka kita sangat berharap untuk mendapatkan pahala.Bahkan ketika musibah itu masih bersama kita, kita pun berharap bisa menambah dan menyimpan pahalanya.” Ibnu Khafif berkata, ”Zuhud adalah menghindari dunia tanpa terpaksa.” Ibnu Taimiyah berkata, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat nanti.

C.    Tiga Cara Mencapai Zuhud    
Sebelum dijelaskan tentang cara mencapai zuhud, ada beberapa tanda-tanda zuhud yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali yaitu: pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang. Kedua, sama saja di sisinya orang yang mencela dan mencacinya, baik terkait dengan harta maupun kedudukan. Ketiga, hendaknya senantiasa bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan.Karena hati tidak dapat terbebas dari kecintaan.Apakah cinta Allah atau cinta dunia, dan keduanya tidak dapat bersatu.
Imam Al-Ghazali mengemukakan tiga cara mencapai zuhud yaitu Pertama, memaksa diri untuk mengendalikan hawa nafsunya. Kedua, sukarela meninggalkan pesona dunia karena dipandang kurang penting.Ketiga, tidak merasakan zuhud sebagai beban, karena dunia dipandang bukan apa-apa bagi dirinya.Sementara itu, Ibrahim bin Adham pernah ditanya seorang lelaki, “Bagaimana cara engkau mencapai derajat orang zuhud?” Ibrahim menjawab,”Dengan tiga hal, pertama, aku melihat kuburan itu sunyi dan menakutkan, sedang aku tidak menemukan orang yang dapat menentramkan hatiku di sana. Kedua, aku melihat perjalanan hidup menuju akherat itu amat jauh, sedang aku tidak memiliki cukup bekal.Ketiga, aku melihat Rabb Yang Maha Kuasa menetapkan satu keputusan atasku, sedang aku tidak punya alasan untuk menolak keputusan itu.”



BAB III
PENUTUP

Kita mendapat pelajaran bahwa akhlak zuhud tidak mungkin diraih kecuali dengan mengetahui hakikat dunia yang bersifat sementara, cepat berubah, rendah, hina dan bahayanya ketika manusia mencintanya dan hakikat akhirat yang bersifat kekal, baik kenikmatannya maupun penderitaannya.
Demikian tadi korelasi zuhud terhadap ilmu tasawuf, zuhud bisa dikatakan sebagai salah satu proses maqamat untuk mencapai tingkat kesempurnan dalam tasawuf. Dan dalam ilmu tasawuf merupakan hal penting yang harus dialami begitu juga dengan ahwal.
wallahu a’lam bisshawab.




DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Media Zainul. 2005. Menembus Tirai KesendirianNya: Mengurai maqamat dan ahwal. Jakarta: Prenada Media.
Tebba Sudirman. 2003. Taswuf Positif. Jakarta: Prenada Media.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar